Kebangkitan Besar

Kebangkitan Besar

Thursday, September 27, 2012

Visi Dari Allah







Pdt. Abraham Alex Tanuseputra

“Maka Yakub berangkat dari Bersyeba dan pergi ke Haran. Ia sampai di suatu tempat, dan bermalam di situ, karena matahari telah terbenam. Ia mengambil sebuah batu yang terletak di tempat itu dan dipakainya sebagai alas kepala, lalu membaringkan dirinya di tempat itu. Maka bermimpilah ia, . . . . . .
"
(Kejadian 28:10-22)
Pada ayat bacaan diatas telah menceritakan mengenai kisah Yakub. Dimana ia sedang melarikan diri dari kejaran kakaknya yaitu Esau. Peristiwa ini terjadi bukan tanpa alasan, tetapi yang jelas bahwa Esau menaruh dendam terhadap Yakub dan ingin membunuhnya, karena berkat yang seharusnya Esau terima dari ayahnya telah diambil oleh Yakub dengan cara menipu ayahnya yaitu Ishak (Kajadian 27:41-43). Secara tidak langsung Yakub telah mengambil hak kesulungan daripada Esau.
Dan untuk menghindari amarah dari Esau maka Yakub melarikan diri menuju ke Haran, yaitu ke tempat dimana pamannya tinggal. Yakub telah lari dari persoalan yang mengakibatkan maut. Meskipun Yakub lolos dari kejaran kakaknya bukan berarti ia bebas dari masalah yang sedang ia hadapi, karena ia harus membayar atas segala perbuatannya. Bukankah terkadang kita melakukan seperti yang dilakukan oleh Yakub yaitu berusaha lari dari sebuah tanggungjawab atas perbuatan yang telah kita lakukan, untuk itu marilah kita menghadapi/menyelesaikannya dengan rasa tanggungjawab, termasuk menanggung segala konsekuensi dari perbuatan kita, maka Tuhan akan membela kita.

Memang pada waktu siang hari Yakub dapat melarikan diri dari kejaran kakaknya (persoalan), tetapi pada malam hari ia tidak dapat melanjutkan perjalanannya, karena ia mengalami kesukaran. Dan kesukaran itu bisa berupa gelapnya malam, sehingga ia tidak dapat sekelilingnya dengan jelas dan juga tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali beristirahat (tidur). Demikianlah dengan kehidupan kita, yang kadang-kadang mengalami persoalan seperti yang dialami oleh Yakub.
Tatkala persoalan datang menimpa kita, maka kita berusaha lari dari persoalan itu dengan kekuatan kita sendiri. Kita menganggap bahwa kita mampu menyelesaikannya, tetapi perlu kita ingat bahwa tidak semua persoalan dapat kita atasi dengan kekuatan kita sendiri, karena suatu saat pasti ada persoalan yang benar-benar tidak dapat diselesaikan oleh kekuatan manusia (itulah gambaran daripada datangnya malam, dimana kita tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali kita beristirahat/menenangkan diri untuk mendapatkan wahyu atau visi dari Tuhan). Dan perlu kita sadari pula bahwa kita penuh dengan keterbatasan maupun kelemahan, untuk itu jangan sekali-kali kita mengandalkan kekuatan diri sendiri melainkan kita andalkan Tuhan, sebab firman Tuhan berkata : ”Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!” (Yeremia 17:5).

Selanjunya, dalam kisah Yakub ini telah diceritakan bahwa ia beristirahat, dalam arti kata lain : ia sedang menenangkan diri, maka Yakub mendapatkan wahyu/visi dari Tuhan melalui mimpinya. Wahyu/visi yang diterima oleh Yakub ini bersifat universal, yang artinya bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan visi seperti yang dialami oleh Yakub dan sampai hari ini Tuhan memberikan wahyu yang sama.
Apa yang dilihat oleh Yakub sama dengan apa yang kita lihat hari-hari ini. Mungkin kita tidak mimpi seperti Yakub, tetapi saat ini kita mendapatkan visi yang sama. Lalu, yang menjadi pertanyaan adalah : “visi apa yang diterima oleh Yakub melalui mimpinya ?.” Yakub telah mendapat penglihatan bahwa di bumi ada didirikan sebuah tangga yang ujungnya sampai di langit, dan tampak malaikat-malaikat Allah turun naik di tangga itu, dan berdirilah Tuhan di sampingnya. Jadi, melalui peristiwa ini Yakub sadar bahwa ada hubungan antara sorga dan bumi, sehingga apa yang ada di sorga itu bisa turun ke bumi; baik itu kuasa maupun kekayaan.
Yakub mendapat kemurahan dari Allah, dan kemurahan itu juga berlaku bagi anak-anaknya yaitu umat Israel, termasuk kita sebagai keturunan Abraham secara rohani, sebab di dalam firman Tuhan telah dikatakan : “ . . . Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah (Galatia 6:23). Dan perlu kita ketahui bahwa yang menjadi penghubung antara sorga dan bumi adalah Yesus sendiri, karena di dalam Injil Yohanes 1:51 telah dikatakan : “Lalu kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia.”

Jadi visi yang diterima oleh Yakub itu sama dengan visi yang diberikan kepada kita. Alasannya yaitu : karena kita sudah percaya kepada Tuhan Yesus dan diselamatkan, sehingga kita mendapatkan hubungan antara sorga dan bumi ini dengan tidak terputus. Saudara, pertama kali visi ini dilihat oleh Yakub yaitu bahwa tidak ada halangan lagi antara bumi dan sorga; maka apa yang diikat di bumi akan terikat di sorga dan apa yang dilepas di bumi akan terlepas di sorga. Jadi segala kuasa, kekayaan bisa turun dalam kehidupan kita, karena kita punya hak untuk menarik kuasa dan kekayaan dari sorga. Dan setelah visi itu diterima oleh Yakub, lalu tindakan apa yang diambil oleh dia ?. Yakub mulai mengambil batu yang dipakainya sebagai alas kepala dan didirikan sebuah tugu serta menuangkan minyak ke atasnya.
Lalu Yakub menamai tempat itu Betel (rumah Tuhan), dimana yang dahulunya kota tersebut bernama Lus (yang berarti penuh dengan hawa nafsu). Demikianlah halnya dengan kita yang dahulunya hidup penuh dengan hawa nafsu, tetapi setelah kita menerima Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat maka hidup kita disebut sebagai rumah Tuhan atau bait Roh Kudus. Oleh sebab itu janganlah kita mengotori kehidupan kita dengan tindakan yang didasari oleh hawa nafsu, tetapi biarlah kita tetap menjaga kehidupan ini dengan kekudusan, supaya urapan Allah terus mengalir dalam kehidupan kita dan visi yang telah kita terima, seperti yang Yakub terima dapat terwujud dalam kehidupan kita. Memang untuk dapat memujudkannya tidak semudah kita membalikkan telapak tangan, tetapi dibutuhkan perjuangan, ada harga yang harus kita bayar yaitu seluruh kehidupan kita.

Biarlah Roh Allah saja yang bekerja dalam kehidupan kita, maka segala sesuatu tidak ada yang mustahil,  
Amin.

Friday, September 21, 2012

Sebuah Wasiat







Pdt. Dr. Abraham Alex Tanuseputra

“Sebab di mana ada wasiat, di situ harus diberitahukan tentang kematian pembuat wasiat itu. Karena suatu wasiat barulah sah, kalau pembuat wasiat itu telah mati, sebab ia tidak berlaku, selama pembuat wasiat itu masih hidup.”
(Ibrani 9:16-17)
Pada ayat bacaan di atas terdapat kata “Wasiat”. Wasiat adalah sebuah janji; sedangkan yang memberikan wasiat itu adalah Allah. Dan perlu kita ketahui bahwa wasiat ini baru berlaku kalau yang memberi wasiat ini telah mati. Memang, Allah tidak pernah mati, karena Dia kekal, tetapi Dia bisa memberikan warisan kepada kita dengan jalan memberikan Yesus yang adalah Tuhan telah menjadi manusia. Pada saat Dia mati (walaupun pada hari yang ketiga Dia telah bangkit) Allah memberikan wasiat kepada kita, selain itu Allah mengangkat kembali manusia menjadi anak-anak Allah. Ini berlaku  bagi yang percaya kepada-Nya.

Wahyu 5:6-12 menyatakan bahwa Allah itu memiliki segala-galanya, khususnya pada ayat 12 telah dikatakan : "Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!". Sejak Yesus mati di atas kayu salib wasiat di atas tersebut diberikan bagi kita selaku anak-anakNya. Hal ini dapat kita ketahui dalam Roma 8:16-17 yang berkata, “Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.
Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” Menderita bersama-sama dengan Tuhan merupakan sesuatu hal yang tidak enak untuk daging. Kata yang lebih tepat untuk kata “menderita” adalah “prihatin.” Ini berarti mau tidak mau kita harus berjalan di jalan yang sempit, menderita bersama dengan Kristus. Namun ujungnya menuju kebahagiaan yang tidak terlukiskan. Selain itu penderitaan yang kita alami tidak sebanding dengan kemuliaan dan kebahagiaan yang akan kita terima.

Wasiat di dalam Yesus dihubungkan dengan pengertian “berkat Allah yang diberikan kepada Abraham.” (Galatia 3:26-29). Apabila kita melihat siklus sebuah kehidupan khususnya dari Abraham, Ishak dan Yakub, maka disana dipenuhi dengan bukti-bukti iman. Yang perlu kita perhatikan adalah bukan hanya berkat yang diterima Abraham saja, tetapi siklusnya. Setelah Abraham, Ishak diberkati, lalu diturunkan kepada Yakub. Memang secara fisik Ishak tidak memberikan apa-apa kepada Yakub, tetapi berkat yang dari Tuhan tetap terjadi dalam kehidupan Yakub. Ini merupakan siklus turun-temurun. Hal ini juga berlaku bagi kehidupan orang yang percaya kepada Kristus, termasuk saudara semua. Berapa banyak orang mengalami masa kejayaan namun setelah meninggal dunia, anak-anaknya hidup penuh penderitaan. Hal ini disebabkan karena mereka tidak berada dalam sebuah siklus kehidupan seperti yang dilakukan oleh Abraham, Ishak dan Yakub. Sebagai contoh yang gamblang adalah bangsa Israel.
Tatkala orang Israel menyembah Tuhan dengan baik, maka kota Yerusalem mendapatkan damai sejahtera. Klimaksnya pada saat pemerintahan Daud dan Salomo. Tetapi saat orang Israel tidak mengikuti siklus yang dilakukan nenek moyangnya, maka Yerusalem hancur dan dijajah oleh banyak bangsa. Saat mereka bertobat dibangun kembali dan saat mereka tidak taat, maka dijajah kembali. Ini berlangsung terus menerus, hingga Yerusalem memiliki pondasi yang berlapis-lapis. Yerusalem adalah kota yang kekal. Ini merupakan gambaran bagi kita kepada Yerusalem yang kekal. Kalau Yerusalem kita di dunia ini baik, maka Yerusalem yang di sorga pasti juga baik.

Hari-hari ini, memang Tuhan sedang mengembalikan Yerusalem, tetapi ibadah mereka belum pulih secara keseluruhan. Tetapi kita adalah keturunan Abraham di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Tanpa Yesus, berkat Allah tidak bisa turun kepada kita. Karena Yesus, semua berhak menjadi anak-anak Allah yang menerima wasiat dari-Nya. Untuk itu kita tidak bisa meninggalkan siklus yang pernah dilakukan oleh tokoh-tokoh pergerakan Kristen yang berkembang sampai sekarang.
Apa yang dilakukan Abraham dilakukan oleh Ishak, seperti yang tertulis dalam Kejadian 26:12-13, ”Maka menaburlah Ishak di tanah itu dan dalam tahun itu juga ia mendapat hasil seratus kali lipat; sebab ia diberkati Tuhan. Dan orang itu menjadi kaya, bahkan kian lama kian kaya, sehingga ia menjadi sangat kaya.” Memang tidak mudah untuk melakukan siklus ini secara turun-temurun, tetapi kalau orang kembali kepada siklusnya, maka berkat Tuhan akan turun dengan luar biasa. Setiap orang memiliki siklus ini. Jangan sampai kita melupakan siklus itu, karena apabila kita melupakannya maka yang akan terjadi dalam kehidupan kita seperti yang tertulis dalam Pengkhotbah 1:11, ”Kenang-kenangan dari masa lampau tidak ada, dan dari masa depan yang masih akan datangpun tidak akan ada kenang-kenangan pada mereka yang hidup sesudahnya.”  Ini merupakan peringatan bagi kita.

2 Korintus 9:10-11 berkata, “Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu; kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami.” Menabur bukan berarti berbicara masalah uang saja. Ini suatu siklus, kenangan yang lama ada dan yang akan datang lebih ada lagi. Hidup kita ini sangat berguna untuk ini.

Matius 25:14-30 berbicara tentang seorang tuan yang mempercayakan talenta-talentanya kepada hamba-hambanya. Ada yang menerima 5, 4, 3, 2, 1 talenta. Yang diberi 5 sampai 2 dikembangkan, tetapi yang menerima 1 talenta tidak mengembangkannya. Justru yang diberi 1 talenta menganggap tuannya kejam. Orang tersebut diberi 1 talenta saja tidak bisa mengembangkan, apalagi diberi banyak. Oleh karena itu berapapun talenta yang dipercayakan kepada kita, seharusnya kita kembangkan, supaya hal yang buruk tidak kita alami, seperti yang tertulis dalam Matius 25:30 berkata, “Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." Untuk itu, marilah kita kembali kepada silklus, menabur dan menuai. Memang terasa berat, tetapi apabila kita mau melakukannya maka kita akan dimuliakan bersama dengan Kristus. Walaupun kita mengalami banyak tantangan, tetapi kita tetap diberkati oleh Tuhan, Amin.

Dampak Sebuah Kesetiaan






Pdt. DR. Abraham Alex Tanuseputra
Ayat Bacaan: Lukas 16:10-13
Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.
Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?
Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?
Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?
Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.
Berbicara mengenai kesetiaan maka kita tidak lepas dari unsur-unsur yang terkandung di dalam kesetiaan itu sendiri, yaitu : ketekunan, kesabaran dan dedikasi. Sifat setia itu memiliki nilai yang tinggi, bahkan melebihi kekayaan, seperti yang tertulis dalam Amsal 19:22 : “Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong.”

Saudara, firman Tuhan jelas menegaskan bahwa : "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.” (Lukas 16:10). Janji ini bukanlah sekedar untuk menghibur hati kita, tetapi janji ini merupakan hal yang perlu kita buktikan dalam kehidupan kita. Memang untuk mencapai perkara yang besar tidak semudah kita membalikkan telapak tangan, tetapi perlu perjuangan. Karena dari sinilah akan terlihat apakah kita setia atau tidak, karena bagi Tuhan tidak ada sesuatu yang sulit untuk memberkati kita, tetapi Tuhan ingin melihat sejauh mana kesetiaan kita kepada Dia. Kita belajar dari kehidupan Tuhan Yesus, dimana Dia begitu setia, bahkan setia sampai mati di atas kayu salib.

Saudara, tetaplah percaya bahwa Tuhan tetap memberikan keberhasilan sampai hari ini. Tetapi ingat, janganlah kita langsung berdoa untuk sukses, tetapi berdoalah untuk “faithfulness”/setia. Sukses adalah akibat dari kesetiaan. Kita harus setia kepada Allah kita, Tuhan Yesus Kristus. Kita semua ingin pelayanan kita berhasil. Kalau kita setia dalam perkara kecil, maka Tuhan memberikan kita perkara yang besar. Kalau kita tidak benar dalam perkara yang kecil, maka kita juga tidak benar dalam perkara yang besar.

Sejak kita diselamatkan maka kita banyak mengalami mujizat. Kita percaya bahwa Roh Kudus tinggal dalam hidup kita. Dengan berkembangnya iman yang ada dalam hidup kita, maka hal itulah yang membuat kita berharap kepada Dia, termasuk dalam hal kebutuhan fisik; dan pada akhirnya kita diberkati. Karena kita percaya kepada Allah, maka Ia memberi kepercayaan kepada kita, dimulai dari hal yang kecil. Masing-masing kita sudah dipercaya Tuhan. Bukan hanya kita yang berharap kepada Tuhan, tetapi Tuhan juga mengharapkan kita untuk melakukan perkara-perkara yang lebih besar lagi. Untuk itu, kesetiaan kita harus memiliki muatan iman, harap, dan kasih.

Pada tahun 2000, saya (Pdt. Abraham Alex T.) menerima faximile dari Yerusalem, yang berkata, bahwa “Kalau engkau setia dalam perkara kecil, maka Tuhan akan memberikan perkara yang lebih besar. Bahkan engkau akan menerima yang terbesar.” Waktu itu saya berpikir bahwa cukup hanya dengan membangun Graha Bethany Nginden saja. Tetapi Tuhan ingin menunjukkan sesuatu yang tidak pernah timbul dalam hati saya maupun saya bayangkan. Tuhan mau supaya saya melakukan perkara yang terbesar dan bukan besar saja. Ini menjadi suatu pemikiran dalam hati saya untuk melakukan perkara yang lebih besar lagi. Puji Tuhan, kalau Tuhan menuntun untuk membangun Graha Bethany Nginden, maka untuk Menara Jakarta, Tuhan pasti membuka jalan. Sampai hari ini banyak mujizat dan perkara besar yang kami alami dalam hidup ini.

Tuhan menghendaki agar kita tetap setia. Berdoalah agar kita tetap setia. Kalau kita setia kepada Tuhan, maka kita mulai diberikan kepercayaan oleh Tuhan walaupun didahului dengan perkara yang kecil. Dan apabila kita tetap setia, maka perkara yang lebih besar lagi akan diberikan Tuhan. Tuhan juga menghendaki agar kita tetap setia kepada Dia untuk jangka pendek, jangka panjang, dan jangka kekal selama-lamanya. Tuhan ingin agar di dunia ini kita menjadi milik-Nya demikian juga di sorga yaitu untuk selama-lamanya.
Lalu, bagaimana jikalau kita jauh dari kesetiaan ? firman Tuhan mengingatkan : “Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?” (Lukas 16:11). Mamon adalah gambaran sesuatu yang kecil, sesuatu yang dapat lenyap (tidak kekal). Bahkan sifat mamon itu tidak jujur karena dia dapat berubah-ubah, dan pengaruhnya sangat buruk. Karena mamonlah seseorang dapat menjadi sombong (musuh Allah), arogan dan lain sebagainya. Dan sebagai salah contoh yang perlu kita ingat adalah kisah daripada Lucifer, dimana Allah sebenarnya ingin menjadikan Lucifer menjadi tangan kanan-Nya untuk proyek Kerajaan Allah. Tetapi sayang, Lucifer tidak setia sehingga dia harus mengalami kegagalan.

Saat gagal itu, maka dia dibuang. Proyek Allah pada waktu itu menjadi “gagal”. Sepertiga malaikat yang ada di sorga telah dirusak dan diseret oleh Lucifer. Akhirnya Tuhan memperbaiki lagi alam semesta ini dengan menciptakan langit, bumi, terang dan lain sebagainya. Lalu Allah menciptakan Adam dan Hawa. Allah berharap mereka beranak cucu dan memenuhi bumi. Allah berjanji memberkati mereka, namun pada akhirnya merekapun gagal dalam kesetiaan dan diusir dari Taman Eden, padahal Tuhan sudah memberikan perintah untuk tidak makan buah pengetahuan yang baik dan yang buruk, namun mereka tetap melanggar. Dan pada waktu zaman Nuh, Allah kesal dan membinasakan manusia, kecuali Nuh dan keluarganya.

Allah telah mengingat Nuh karena Nuh adalah orang yang setia dalam kesalehannya. Sehingga pada akhirnya anak cucu Nuh menjadi semakin banyak, namun sayang, dalam generasi berikutnya mereka mendirikan Babel. Dan pada akhirnya Babel dihancurkan oleh Tuhan, karena mereka tidak setia lagi kepada Tuhan. Mereka mencoba melawan Allah dengan kesatuan mereka. Dan pada generasi berikutnya Allah mencari orang yang tetap setia kepadaNya dan dapat dipercaya, maka Salomo dipercaya dengan hikmat dan kekayaan yang luar biasa, tetapi ia sendiri tidak bisa dipercaya. Mamon yang ada pada Salomo tidak disertai dengan kejujuran terhadap Allah dan terhadap dirinya sendiri, sehingga Salomo mengobral mamon dengan istri dan gundik yang banyak.

Saudara, dari sekian banyak pengalaman-pengalaman telah tampak adanya suatu kegagalan, tetapi ada satu proyek Allah yang tidak gagal, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Sampai di atas kayu salib, Dia tetap setia. Dia tidak pernah berubah dulu sekarang dan selamanya. Dia bukan mamon yang tidak jujur, Dia yang jujur dan berhasil dan tidak pernah gagal. Berpautlah kepada Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Kita beriman, berharap dan mengasihi selain kepada Tuhan Yesus Kristus yang tidak berubah dulu, sekarang dan selamanya.

Amin.

Tuesday, September 4, 2012

Harta Terpendam







Pdt. Abraham Alex Tanuseputra
“Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu. Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.” (Matius 13:44-46)
Kalau seseorang menemukan sesuatu yang diidam-idamkan pasti ada reaksi dalam hidupnya. Reaksi ini mungkin membuat heran banyak orang. Demikianlah seorang Kristen yang menemukan pengertian tentang Kerajaan Surga, tentunya ada suatu reaksi dalam hidupnya, sehingga dalam hidupnya mengalami perubahan yang besar. Dan dalam ayat bacaan di atas telah diceritakan bahwa orang tersebut meninggalkan, bahkan meremehkan apa yang pernah dimilikinya dan ia mulai menjualnya, untuk dapat mendapatkan sesuatu yang lebih baik lagi.

Lalu bagaimana dengan kita, apakah kita sudah menemukan harta Surgawi itu? Kalau kita sudah menemukannya, maka pasti ada suatu tindakan untuk memilikinya, dan kita tidak peduli terhadap orang-orang yang memandang kita menjadi sesuatu yang aneh. Dan perlu kita ketahui bahwa sebenarnya harta ini tidak jauh dari kita, malah harta itu ada dalam diri kita sendiri. 2 Korintus 4:7a berkata, “Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat.” Harta itu ada dalam diri kita. Kita adalah rumah Roh Kudus dan ada meterai Roh Kudus di dalamnya. Saat seseorang menemukan Kerajaan Allah, maka Roh Kudus berkarya.
Saat seseorang belum menemukan pengertian tentang Kerajaan Allah itu, maka Roh Kudus akan berdiam diri hingga suatu saat orang tersebut diperhadapkan pada suatu persoalan. Sehingga melalui hal inilah, maka Roh Kudus akan menyatakan karyaNya untuk menyelesaikannya. Kalau kita tidak mengerti fungsi kemampuan dan pengertian Roh Allah ini, maka ia akan berdiam diri saja dan kita tidak mengalami perubahan apa-apa.
Kalau kita tidak mencari Kerajaan Allah dengan sungguh-sungguh, maka Roh Kudus seperti halnya dipadamkan. Untuk itu betapa pentingnya pengertian dan hikmat Tuhan. Amsal 3:13-16 berkata, “Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian, karena keuntungannya melebihi keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas. Ia lebih berharga dari pada permata; apapun yang kauinginkan, tidak dapat menyamainya. Umur panjang ada di tangan kanannya, di tangan kirinya kekayaan dan kehormatan.” Hikmat ini kalau kita dapatkan pasti ada perubahan dalam hidup kita. Galatia 5:18-21 berkata, “Akan tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat.
Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu -- seperti yang telah kubuat dahulu -- bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” Selanjutnya baca ayat 22-23 tentang buah Roh.

Banyak di antara kita yang datang kepada Tuhan untuk memohon agar doanya dijawab, tetapi tidak ada reaksi dalam hidupnya. Untuk itu, mari kita perhatikan (intropeksi) karakter kita. Nasib seseorang tidak akan melebihi karakternya. Kalau kita mengerti tentang karakter ini, maka itu akan melebihi emas dan harta lainnya. Dalam suatu pertemuan di Amerika, terdapat panel diskusi sambil memperhatikan keberhasilan beberapa rasul-rasul di dunia ini. Ada hamba Tuhan yang memiliki jemaat 60 juta. Dia adalah seorang ketua sebuah sinode. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah : “mengapa mereka dapat berkembang sedemikian rupa ?”. Ternyata hamba Tuhan tersebut memiliki karakter yang baik di dalam hidupnya.

Mungkin saat ini kita kurang memperhatikan karakter kita, sehingga terkadang karakter kita sudah mengkristal dimana kita bekerja atau berada. Kalau karakter buruk itu sudah mengkristal dalam diri seseorang, maka orang itu sudah tidak dapat dipercaya, demikian juga dengan jalan hidup selanjutnya yang juga sudah mengkristal. Tetapi kita percaya, kalau kita menemukan hikmat ini dan bereaksi dengan meninggalkan semua yang tidak perlu dan memfokuskan mencari karakter yang baik, maka jalan hidup kita akan berubah. Jangan sampai kita hanya mendapatkan jamahan di gereja saja, sedangkan di rumah karakternya tidak baik lagi.

Karakter sangat mempengaruhi jalan hidup kita, contohnya dalam keluarga. Apabila karakter seorang yang jelek sudah mulai mengkristal, maka kita akan disebut anak yang nakal. Demikian halnya sebagai seorang  suami maupun seorang istri yang mana karakter jelek itu telah mengkristal di dalam hidupnya, maka rumah tangga itu akan kacau. Tetapi puji Tuhan bagi kita yang telah mengenal dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat; karena di dalam Dia ada pengampunann dosa, yang selanjutnya kita dapat meneladani karakter yang dimiliki oleh Yesus. Kalau kita memikirkan karakter yang baik, seperti dalam buah Roh, maka Roh Kudus akan bekerja. Tetapi kalau kita tidak memikirkan karakter yang baik, maka Roh Kudus juga tidak bekerja. Namun saat ini kita percaya bahwa Roh Kudus akan membentuk kita menjadi orang yang baik.

Selain karakter, Tuhan juga memperlengkapi kita dengan “kharisma.” Tidak ada halangan Tuhan untuk memberikan kharisma kepada kita. Dalam 1 Korintus 12:4-10 terdapat karunia-karunia yang Tuhan berikan kepada seseorang. Untuk itu, karakter dan kharisma harus berjalan dengan seimbang, artinya jangan sampai seseorang mendapatkan karisma, tetapi karakternya tidak baik.
Ada beberapa orang di luar Tuhan yang bisa menjadi kaya, tetapi karakternya tidak benar. Tentu roh yang ada dalam hidupnya itu adalah roh yang tidak benar. Kita percaya bahwa Roh yang benar akan muncul setelah karakternya juga benar. Tuhan menguji kita dengan beberapa peristiwa untuk mengetahui karakter kita. Jika dalam ujian itu kita gagal, maka akan terlihat karakter yang tidak  baik. Dan kita tahu bahwa apabila kita setia dalam perkara kecil, maka Tuhan akan mempercayakan perkara yang lebih besar lagi.
Oleh sebab itu, jadilah orang yang dipercaya Tuhan. Kalau kita tidak dipercaya Tuhan, maka Tuhan tidak menambah perkara yang lebih besar lagi. Tetapi kalau kita dipercaya Tuhan dan juga dipercaya sesama, maka perkara yang besar dapat kita lakukan untuk kemuliaan nama Tuhan. 

 Amin